Budaya & Syariat
Syariat

Desa Atu Kapur menerapkan syariat Islam secara konsisten sesuai dengan Qanun Aceh, menjaga agar seluruh aspek kehidupan — mulai dari ekonomi hingga sosial — selaras dengan hukum Islam yang berlaku di Aceh. Desa berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi syariah di bidang pangan dan usaha. Petani kopi Longberry menjadi contoh nyata; melalui strategi agresif dan pendampingan, mereka mendapatkan manfaat dari praktik pertanian yang tidak hanya produktif, tetapi juga halal dan beretika. Dengan mengedepankan nilai-nilai syariat, pelaku usaha di desa seperti petani dan pengrajin juga dibimbing agar mampu mengakses sumberdaya finansial yang sesuai dengan prinsip Islam, sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi warga.
Budaya

Sebagai masyarakat Gayo, Desa Atu Kapur kaya akan tradisi seni yang diwariskan turun-temurun. Beberapa kesenian utama yang masih aktif dijalankan antara lain:
- Saman Gayo, tarian serempak tanpa alat musik, mengedepankan kekompakan, kedisiplinan, dan pesan moral
- Bines, bentuk tarian Gayo tradisional yang kerap dipentaskan dalam acara adat dan ritual.
- Didong, seni tutur dan pertunjukan syair yang bersifat teatrikal dan edukatif, menyampaikan nilai-nilai sosial dan keagamaan
- Malengkan (sering disebut melengkan), yaitu seni pidato adat yang disisipkan dalam acara adat, sarat dengan kata-kata hikmah dan norma-norma Gayo .
Kegiatan budaya ini tidak hanya untuk menghidupkan tradisi seperti kolaborasi pentas Saman bersama desa lain yang memperkuat silaturahmi dan identitas Gayo, tetapi juga menjadi sarana transfer ilmu, nilai, dan nuansa lokal kepada generasi muda. Melalui pagelaran rutin kesenian tersebut, desa memperkuat jati diri, memupuk kebersamaan, dan memperkaya kehidupan spiritual warga.



